Selasa, 16 November 2010

Etika Bisnis dan Penerapannya (SoftSkill Etika Profesi Akuntansi)

Etika Bisnis dan Penerapannya

Tiara Amalia (21207095)

UNIVERSITAS GUNADARMA

PENDAHULUAN

ETIKA DALAM BISNIS

Etika dalam bisnis adalah suatu rambu-rambu ataupun juga batasan-batasan yang harus kita patuhi. Dalam berbisnis memang tidak ada istilah aturan atau pun rambu-rambu yang tertulis akan tetapi inilah yang harus kita lakukan sebagai pebisnis. Dengan mematuhi rambu-rambu tersebut setidaknya kita dapat berbisnis dengan tenang dan juga tidak mempengaruhi orang lain kata pebisnis lain, dalam hal ini merugikan orang lain.

Etika Bisnis dan Pendidikan

Etika Bisnis dan Pendidikan Dalam sistem perekonomian pasar bebas, perusahaan diarahkan untuk mencapai tujuan mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin, sejalan dengan prinsip efisiensi. Namun, dalam mencapai tujuan tersebut pelaku bisnis kerap menghalalkan berbagai cara tanpa peduli apakah tindakannya melanggar etika dalam berbisnis atau tidak.

Hal ini terjadi akibat manajemen dan karyawan yang cenderung mencari keuntungan semata sehingga terjadi penyimpangan norma-norma etis, meski perusahaan-perusahaan tersebut memiliki code of conduct dalam berbisnis yang harus dipatuhi seluruh organ di dalam organisasi. Penerapan kaidah good corporate governace di perusahaan swasta, BUMN, dan instansi pemerintah juga masih lemah. Banyak perusahaan melakukan pelanggaran, terutama dalam pelaporan kinerja keuangan perusahaan. Prinsip keterbukaan informasi tentang kinerja keuangan bagi perusahaan terdaftar di BEJ, misalnya seringkali dilanggar dan jelas merugikan para pemangku kepentingan (stakeholders), terutama pemegang saham dan masyarakat luas
lainnya. Berbagai kasus insider trading dan banyaknya perusahaan publik yang di-suspend perdagangan sahamnya oleh otoritas bursa menunjukkan contoh praktik buruk dalam berbisnis. Belum lagi masalah kerusakan lingkungan yang terjadi akibat eksploitasi sumber daya alam dengan alasan mengejar keuntungan setinggi-tingginya tanpa memperhitungkan daya dukung ekosistem lingkungan.

Bisa dibayangkan, dampak nyata akibat ketidakpedulian pelaku bisnis terhadap etika berbisnis adalah budaya korupsi yang semakin serius dan merusak tatanan sosial budaya masyarakat. Jika ini berlanjut, bagaimana mungkin investor asing tertarik menanamkan modalnya di negeri kita? Situasi ini menimbulkan pertanyaan tentang mengapa kesemua ini
terjadi? Apakah para pengusaha tersebut tidak mendapatkan pembelajaran etika bisnis di bangku kuliah? Apa yang salah dengan pendidikan kita, karena seharusnya lembaga pendidikan berfungsi sebagai morale force dalam menegakkan nilai-nilai kebenaran dalam berbisnis?

Bagaimana sebenarnya etika bisnis diajarkan di sekolah—kalaupun ada—dan di perguruan tinggi? Etika bisnis merupakan mata kuliah yang diajarkan di lingkungan pendidikan tinggi yang menawarkan program pendidikan bisnis dan manajemen. Beberapa kendala sering dihadapi dalam menumbuhkembangkan etika bisnis di dunia pendidikan. Pertama, kekeliruan persepsi masyarakat bahwa etika bisnis hanya perlu diajarkan kepada mahasiswa program
manajemen dan bisnis karena pendidikan model ini mencetak lulusan sebagai mencetak pengusaha. Persepsi demikian tentu tidak tepat. Lulusan dari jurusan/program studi nonbisnis yang mungkin diarahkan untuk menjadi pegawai tentu harus memahami etika bisnis. Etika bisnis adalah acuan bagi perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usaha, termasuk dalam berinteraksi dengan stakeholders, termasuk tentunya karyawan.

Etika bisnis sebaik apa pun yang dicanangkan perusahaan dan dituangkan dalam pedoman perilaku, tidak akan berjalan tanpa kepatuhan karyawan dalam menaati norma-norma kepatutan dalam menjalankan aktivitas perusahaan.

Kedua, pada program pendidikan manajemen dan bisnis, etika bisnis diajarkan sebagai mata kuliah tersendiri dan tidak terintegrasi dengan pembelajaran pada mata kuliah lain. Perlu diingat bahwa mahasiswa sebagai subjek didik harus mendapatkan pembelajaran secara komprehensif. Integrasi antara aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif dalam proses pembelajaran harus diutamakan. Sehingga masuk akal apabila etika bisnis—aspek afektif/ sikap dalam hal ini—disisipkan di berbagai mata kuliah yang ditawarkan.

Ketiga, metode pengajaran dan pembelajaran pada mata kuliah ini cenderung monoton.Pengajaran lebih banyak menggunakan metode ceramah langsung. Kalaupun disertai penggunaan studi kasus, sayangnya tanpa disertai kejelasan pemecahan masalah dari kasus-kasus yang dibahas. Hal ini disebabkan substansi materi etika bisnis lebih sering menyangkut kaidah dan norma yang cenderung abstrak dengan standar acuan tergantung persepsi individu dan institusi dalam menilai etis atau tidaknya suatu tindakan bisnis. Misalnya, etiskah mengiklankan sesuatu obat dengan menyembunyikan informasi tentang indikasi pemakaian? Atau membahas moral hazard pada kasus kebangkrutan perusahaan sekelas Enron di Amerika Serikat.

Keempat, etika bisnis tidak terdapat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
Nilai-nilai moral dan etika dalam berperilaku bisnis akan lebih efektif diajarkan pada saat usia emas (golden age) anak, yaitu usia 4–6 tahun. Karena itu, pengajarannya harus bersifat tematik. Pada mata pelajaran agama, misalnya, guru bisa mengajarkan etika bisnis dengan memberi contoh bagaimana Nabi Muhammad SAW berdagang dengan tidak mengambil keuntungan setinggi langit.

Kelima, orangtua beranggapan bahwa sesuatu yang tidak mungkin mengajarkan
anak di rumah tentang etika bisnis karena mereka bukan pengusaha. Pandangan sempit ini dilandasi pemahaman bahwa etika bisnis adalah urusan pengusaha. Padahal, sebenarnya penegakan etika bisnis juga menjadi tanggung jawab kita sebagai konsumen. Orangtua dapat
mengajarkan etika bisnis di lingkungan keluarga dengan jalan memberi keteladanan pada anak dalam menghargai hak atas kekayaan intelektual (HaKI), misalnya dengan tidak membelikan mereka VCD, game software, dan produk bajakan lain dengan alasan yang penting murah.

Keenam, pendidik belum berperan sebagai model panutan dalam pengajaran etika bisnis. Misalnya masih sering kita mendapati fenomena orangtua siswa memberi hadiah kepada gurunya pada saat kenaikan kelas dengan alasan sebagai rasa terima kasih dan ikhlas. Pendidik menerima hadiah tersebut dengan senang hati dan dengan sengaja menunjukkan hadiah pemberian orangtua
siswa tersebut kepada teman sejawatnya dengan memuji-muji nilai atau besaran hadiah tersebut.

Tidakkah kita sadari, kondisi seperti ini akan memberikan kesan mendalam pada anak kita? Mengurangi praktik pelanggaran etika dalam berbisnis merupakan tanggung jawab kita semua. Sebagai pengusaha, tujuan memaksimalkan profit harus diimbangi peningkatan peran dan tanggung jawab terhadap masyarakat. Perusahaan turut melakukan pemberdayaan kualitas hidup
masyarakat melalui program corporate social responsibility (CSR). Pada saat kita berperan sebagai konsumen, seyogianya memahami betul hak dan kewajiban dalam menghargai karya
orang lain.
Orangtua harus menjadi model panutan dengan memberikan contoh baik tentang perilaku berbisnis kepada anak sehingga kelak mereka akan menjadi pekerja atau pengusaha yang mengerti betul arti penting etika bisnis. Pemerintah sebagai regulator pasar turut berperan mengawasi praktik negatif para pelaku ekonomi. Sudah saatnya pemerintah mempertimbangkan etika bisnis termuat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Peran aktif para
pelaku ekonomi ini pada akhirnya akan menjadikan dunia bisnis di Tanah Air surga bagi investor asing.

10 PRINSIP PENERAPAN ETIKA BISNIS

10 PRINSIP PENERAPAN ETIKA BISNIS Berikut ini adalah 10 Prinsip di dalam menerapkan Etika Bisnis yang positif:

1. Etika Bisnis itu dibangun berdasarkan etika pribadi: Tidak ada perbedaan yang tegas antara etika bisnis dengan etika pribadi. Kita dapat merumuskan etika bisnis berdasarkan moralitas dan nilai-nilai yang kita yakini sebagai kebenaran.

2. Etika Bisnis itu berdasarkan pada fairness. Apakah kedua pihak yang melakukan negosiasi telah bertindak dengan jujur? Apakah setiap konsumen diperlakukan dengan adil? Apakah setiap karyawan diberi kesempatan yang sama? Jika ya, maka etika bisnis telah diterapkan.

3. Etika Bisnis itu membutuhkan integritas. Integritas merujuk pada keutuhan pribadi, kepercayaan dan konsistensi. Bisnis yang etis memperlakukan orang dengan hormat, jujur dan berintegritas. Mereka menepati janji dan melaksanakan komitmen.

4. Etika Bisnis itu membutuhkan kejujuran. Bukan jamannya lagi bagi perusahaan untuk mengelabuhi pihak lain dan menyembunyika cacat produk. Jaman sekarang adalah era kejujuran. Pengusaha harus jujur mengakui keterbatasan yang dimiliki oleh produknya.

5. Etika Bisnis itu harus dapat dipercayai. Jika perusahaan Anda terbilang baru, sedang tergoncang atau mengalami kerugian, maka secara etis Anda harus mengatakan dengan terbuka kepada klien atau stake-holder Anda.

6. Etika Bisnis itu membutuhkan perencanaan bisnis. Sebuah perusahaan yang beretika dibangun di atas realitas sekarang, visi atas masa depan dan perannya di dalam lingkungan. Etika bisnis tidak hidup di dalam ruang hampa. Semakin jelas rencana sebuah perusahaan tentang pertumbuhan, stabilitas, keuntungan dan pelayanan, maka semakin kuat komitmen perusahaan tersebut terhadap praktik bisnis.

7. Etika Bisnis itu diterapkan secara internal dan eksternal. Bisnis yang beretika memperlakukan setiap konsumen dan karyawannya dengan bermartabat dan adil. Etika juga diterapkan di dalam ruang rapat direksi, ruang negosiasi, di dalam menepati janji, dalam memenuhi kewajiban terhadap karyawan, buruh, pemasok, pemodal dll. Singkatnya, ruang lingkup etika bisnis itu universal.

8. Etika Bisnis itu membutuhkan keuntungan. Bisnis yang beretika adalah bisnis yang dikelola dengan baik, memiliki sistem kendali internal dan bertumbuh. Etika adalah berkenaan dengan bagaimana kita hidup pada saat ini dan mempersiapkan diri untuk masa depan. Bisnis yang tidak punya rencana untuk menghasilkan keuntungan bukanlah perusahaan yang beretika.

9. Etika Bisnis itu berdasarkan nilai. Perusahaan yang beretika harus merumuskan standar nilai secara tertulis. Rumusan ini bersifat spesifik, tetapi berlaku secara umum. Etika menyangkut norma, nilai dan harapan yang ideal. Meski begitu, perumusannya harus jelas dan dapat dilaksanakan dalam pekerjaan sehari-hari.

10. Etika Bisnis itu dimulai dari pimpinan. Ada pepatah, “Pembusukan ikan dimulai dari kepalanya.” Kepemimpinan sangat berpengaruh terhadap corak lembaga. Perilaku seorang pemimpin yang beretika akan menjadi teladan bagi anak buahnya.


KESIMPULAN

Di dalam persaingan dunia usaha yang sangat ketat ini, etika bisnis merupakan sebuah harga yang tidak dapat ditawar lagi. Seorang konsumen yang tidak puas, rata-rata akan mengeluh kepada 16 orang di sekitarnya. Dalam zaman informasi seperti ini, baik-buruknya sebuah dunia usaha dapat tersebar dengan cepat dan massif. Memperlakukan karyawan, konsumen, pemasok, pemodal dan masyarakat umum secara etis, adil dan jujur adalah satu-satunya cara supaya kita dapat bertahan di dalam dunia bisnis sekarang.

SUMBER (http://unhalu.ac.id/staff/nitri/?p=48)NITRI MIROSEA

Corporate Social Responsibility (SoftSkill Etika Profesi Akuntansi)

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

Tiara Amalia (21207095)

Universitas Gunadarma

PENDAHULUAN

CSR (Corporate Social Responsibility) adalah sebuah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis mereka, jadi CSR bisa dikatakan komitmen yang berkesinambungan dari kalangan bisnis, untuk berperilaku secara etis dan memberi kontribusi bagi perkembangan ekonomi. Di sinilah letak pentingnya pengaturan CSR di Indonesia, agar memiliki daya atur, daya ikat dan daya dorong. Dengan demikian dapat diharapkan kontribusi dunia usaha yang terukur dan sistematis dalam ikut meningkatan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan yang pro-masyarakat dan lingkungan seperti ini sangat dibutuhkan ditengah arus neoliberalisme seperti sekarang ini. Sebaliknya disisi lain, masyarakat juga tidak bisa seenaknya melakukan tuntutan kepada perusahaan. Apabila harapannya itu berada diluar batas aturan yang berlaku.

Pengertiaan Corporate Social Responsibility

Istilah CSR diperkenalkan pertama kali dalam tulisan Social Responsibility of the Businessmantahun 1953. CSR digagas Howard Rothmann Browen untuk mengeleminasi keresahan dunia bisnis. CSR adalah sebuah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis mereka. CSR biasa dikatakan komitmen yang berkesinambungan dari kalangan bisnis, untuk berperilaku secara etis dan memberi kontribusi bagi perkembangan ekonomi, seraya meningkatkan kualitas kehidupan dari karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan masyarakat luas pada umumnya. Dalam interaksi dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan dan kemitraan.

Di sinilah letak pentingnya pengaturan CSR di Indonesia, agar memiliki daya atur, daya ikat dan daya dorong. CSR yang semula bersifat voluntary perlu ditingkatkan menjadi CSR yang lebih bersifat mandatory. Dengan demikian dapat diharapkan kontribusi dunia usaha yang terukur dan sistematis dalam ikut meningkatan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan yang pro-masyarakat dan lingkungan seperti ini sangat dibutuhkan ditengah arus neoliberalisme seperti sekarang ini. Sebaliknya disisi lain, masyarakat juga tidak bisa seenaknya melakukan tuntutan kepada perusahaan. Apabila harapannya itu berada diluar batas aturan yang berlaku.

CSR dapat dikatakankan sebagai parameter kedekatan era kebangkitan masyarakat (civil society). Maka dari itu, sudah seharusnya CSR tidak hanya bergerak dalam aspek philantropy (yakni dorongan kemanusiaan yang biasanya bersumber dari norma dan etika universal untuk menolong sesama dan memperjuangkan pemerataan sosial) maupun level strategi, melainkan harus merambat ke tingkat kebijakan (policy) yang lebih makro dan riil. Dunia usaha harus dapat mencontoh perusahaan yang telah terlebih dahulu melaksanakan program CSR sebagai salah satu policy dari manjemen perusahaan. PT. Bogasari, misalnya memiliki program CSR yang terintegrasi dengan strategi perusahaan, melalui pendampingan para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) berbasis terigu. Seperti yang telah kita ketahui, jika mereka adalah konsumen utama dari produk perusahaan ini. Demikian juga dengan PT. Unilever yang memiliki program CSR berupa pendampingan terhadap petani kedelai. Bagi kepentingan petani, adanya program CSR ini berperan dalam meningkatkan kualitas produksi, sekaligus menjamin kelancaran distribusi. Sedangkan bagi Unilever sendiri, hal ini akan menjamin pasokan bahan baku untuk setiap produksi mereka yang berbasis kedelai, seperti kecap Bango, yang telah menjadi salah satu andalan produknya.

Banyak perusahaan yang memilih program CSR di bidang edukasi. Program seperti ini kebanyakan memfokuskan pada edukasi bagi generasi mendatang, pengembangan kewirausahaan, pendidikan finansial. PT. Astra International Tbk, misalnya: membentuk Politeknik Manufaktur Astra, yang menelan dana puluhan milyar. Selain itu, ada juga program dari HM Sampoerna untuk mengembangkan pendidikan melaluiSampoerna Foundation, untuk program ini. Sampoerna sendiri telah mengucurkan dana tak kurang dari 47 milliar. Jelas sudah jika CSR sangat bermanfaat untuk masyarakat dan dapat meningkatkan image perusahaan.


Keuntungan dan Kelemahan CSR

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan demi suatu tujuan sosial dengan tidak memeperhitungkan untung atau rugi ekonomis. Hal itu bisa terjadi dengan dua cara yaitu cara positif dan negatif. Secara positif, perusahaan bisa melakukan kegiatan yang tidak membawa keuntungan ekonomis dan semata-mata dilangsungkan demi kesejahteraan masyarakat atau salah satu kelompok di dalamnya. Contohnya: menyelenggarakan pelatihan keterampilan untuk penganggur. Kegiatan seperti itu hanya mengeluarkan dana dan tidak mendapat sesuatu kembali. Tujuannya semata-mata sosial dan sama sekali tidak ada maksud ekonomi. Secara negatif,perusahaan bisa menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan tertentu, yang sebenarnya menguntungkan dari segi bisnis tetapi akan merugikan masyarakat atau sebagian masyarakat. Kegiatan-kegiatan itu bisa membawa keuntungan ekonomis tapi perusahaan mempunyai alasan untuk tidak melakukannya. Jika kita membedakan tanggung jawab sosial dalam arti positif dan dalam arti negatif, langsung menjadi jelas konsekuensinya dalam rangka etika.
Di banyak tempat, Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan langkah jitu dari perusahaan untuk menarik simpati dan kepercayaan negara dan masyarakat terhadap aktivitas yang dilakukan perusahaan tersebut di satu tempat. Bila dilihat secara sekilas, perwujudan CSR merupakan suatu langkah yang mulia. Hasilnya bisa langsung mengena di masyarakat setempat. Tetapi, sesuatu yang dilihat secara sepintas baik, ternyata mengandung jebakan-jebakan mematikan. CSR merupakan bentuk penaklukan secara halus terhadap masyarakat setempat agar tidak memprotes aktivitas mereka. Jika demikian, maka CSR merupakan strategi pendekatan kaum neoliberal agar tetap bisa melanggengkan hegemoni kapitalisme. Dengan kata lain CSR adalah alat penaklukan dalam kemasan berwajah sosial dan lingkungan dengan motif dasar yang tidak berubah, yakni akumulasi kapital dan mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.

Etika dan Tanggung jawab dalam program CSR

CSR bukan saja sebagai tanggung jawab, tetapi juga sebuah kewajiban. CSR adalah suatu peran bisnis dan harus menjadi bagian dari kebijakan bisnis. Maka, bisnis tidak hanya mengurus permasalahan laba, tapi juga sebagai sebuah institusi pembelajaran. Bisnis harus mengandung kesadaran sosial terhadap lingkungan sekitar.

Ada enam kecenderungan utama, yang semakin menegaskan arti penting CSR, yaitu :
1. Meningkatnya kesenjangan antara kaya dan miskin

2. Posisi negara yang semakin berjarak pada rakyatnya

3. Makin mengemukanya arti kesinambungan

4. Makin gencar sorotan kritis dan resistensi publik, bahkan bersifat anti perusahaan

5. Tren ke arah transparansi

6. Harapan terwujudnya kehidupan lebih baik dan manusiawi pada era millennium baru.

Tak heran, CSR telah menjadi isu bisnis yang terus menguat. Isu ini sering diperdebatkan dengan pendekatan nilai-nilai etika, dan memberi tekanan yang semakin besar pada kalangan bisnis untuk berperan dalam masalah-masalah sosial, yang akan terus tumbuh. Isu CSR sendiri juga sering diangkat oleh kalangan bisnis, manakala pemerintahan nasional di berbagai negara telah gagal menawarkan solusi terhadap berbagai masalah kemasyarakatan

Namun, upaya penerapan CSR sendiri bukannya tanpa hambatan. Dari kalangan ekonom sendiri juga muncul reaksi sinis. Ekonom Milton Friedman, misalnya, mengritik konsep CSR, dengan argumen bahwa tujuan utama perusahaan pada hakikatnya adalah memaksimalkan keuntungan (returns) bagi pemilik saham, dengan mengorbankan hal-hal lain. Ada juga kalangan yang beranggapan, satu-satunya alasan mengapa perusahaan mau melakukan proyek-proyek yang bersifat sosial adalah karena memang ada keuntungan komersial di baliknya. Agar mengangkat reputasi perusahaan di mata publik atau pemerintah. Oleh karena itu, para pelaku bisnis harus menunjukkan bukti nyata bahwa komitmen mereka untuk melaksanakan CSR bukanlah main-main. Manfaat dari CSR itu sendiri terhadap pelaku bisnis juga bervariasi, tergantung pada sifat (nature) perusahaan bersangkutan, dan sulit diukur secara kuantitatif.

Pengaruh CSR bagi perusahaan

Penerapan CSR dipandang sebagai sebuah keharusan. CSR bukan saja sebagai tanggung jawab, tetapi juga sebuah kewajiban. CSR adalah suatu peran bisnis dan harus menjadi bagian dari kebijakan bisnis. Maka, bisnis tidak hanya mengurus permasalahan laba, tapi juga sebagai sebuah institusi pembelajaran. Bisnis harus mengandung kesadaran sosial terhadap lingkungan.

Citra perusahaan yang buruk, yang sering dimunculkan di media massa. Jelas tidak mendukung kelancaran operasional perusahaan dan bersifat kontra-produktif terhadap upaya peningkatan produktivitas dan keuntungan. Kini semakin diakui bahwa perusahaan, sebagai pelaku bisnis, tidak akan bisa terus berkembang, jika menutup mata atau tak mau tahu dengan situasi dan kondisi lingkungan sosial tempat ia hidup.

Pengaruh CSR bagi Masyarakat

CSR diadopsi agar menjadi penawar kesan dan persepsi buruk dalam perusahaan yang terlanjur terbentuk dalam pikiran masyarakat. Dalam persepsi masyarakat pada saat itu pengusaha di citrakan sebagai pemburu rente yang menghalalkan segala cara temasuk tidak peduli pada dampak kemiskinan dan kerusakan lingkungan. Namun dalam program Indosat ini sangat bagi masyarakat karena program CSR Indosat diimplementasikan dengan berdasarkan pada prinsip-prinsip integritas, akuntabilitas, tanggung jawab dan perbaikan kondisi komunitas. Program ini lumayan menguntungkan karena program ini program social.

KESIMPULAN

CORPORATE SOCIAL RESPOSIBILITY (CSR) ini adalah Program ini memang sangat menguntungkan oleh masyarakat awam, tetapi tidak menguntungkan di dunia bisnis. Banyak orang-orang yang mengatakan Program ini hanya tipuan atau kedok saja untuk mendapat simpati dari masyarakat luas.

Terasa di logika tidak mungkin jika perusahaan mengadakan Program apapun tanpa pertimbangan keuntungan yang diperoleh. Di balik itu pasti ada seluk-beluk keuntungan yang bakal dikeruk dari program itu. Walaupun dalam masyarakat kadang menguntungkan, tapi masyarakat tidak tahu menahu dibalik program CSR itu yang sebenarnaya.

Namun semua itu berbalik pada kita pribadi sendiri, apakah kita bisa memanfaatkan program itu atau malah tertipu dengan akal-akalan seperti itu. Sebagai masyarakat kita harus pintar-pintar untuk mengetahui program apa saja yang diadakan perusahaan yang melakukan CSR tersebut, agar kita sebagai masyarakat tidak terjebak.

DAFTAR PUSTAKA

Ebert, Ronald J dan Ricky W. Griffin. 2003. Bisnis, edisi 6. Jakarta:Prenhallindo.

www.google.co.id

Minggu, 14 November 2010

Kode Etik Akuntan Indonesia (SoftSkill Etika Profesi Akuntansi)

Kode Etik Akuntan Indonesia

_oo_

Intan Puspita Sari (20207573)

Irma Mutiarani (21207272)

Tiara Amalia (21207095)


UNIVERSITAS GUNADARMA

Sebagai catatan dunia akuntansi, pernah adanya skandal kelas dunia karena etika yang di acuhkan, hal ini disebabkan mereka lebih menjunjung tinggi kepentingan pembesar perusahaan dan kepentingan perusahaan di anggap lebih tinggi dari pada etika profesi. Padahal dalam prinsip akuntansi, etika akuntan harus lebih dijaga daripada kepentingan perusahaan. Dan bagi akuntan, prinsip akuntansi adalah aturan tertinggi yang harus diikuti. Kode etik profesi akuntansi pun menjadi barang wajib yang harus mengikat profesi akuntan.

Setiap orang yang memiliki gelar akuntan, wajib mentaati kode etik dan standar akun,terutama para akuntan publik yang sering bersentuhan terhadap masyarakat dan kebijakan pemerintah. Kewajiban mentaati peraturan kode etik ini telah diatur oleh Departemen Keuangan (Depkeu) dan mempunyai aturan sendiri yakni peraturan menteri keuangan (PMK) no.17 tahun 2008. Intinya peraturan ini mewajibkan akuntan dalam melaksanakan tugas atas kliennya itu berdasarkan SPAP (standar profesi akuntan publik) dan kode etik. Yang diterapkan oleh asosiasi profesi berdasarkan standar internasional. Misalkan dalam auditing SPAP bersandar kepada Internasional Auditing Standar.

Pengetahuan mengenai kode etik akuntan ini, didapat oleh seoarang akuntan dalam masa pendidikan profesi. Kode etik dalam prespektif pendidikan adalah perjanjian bersama mengenai tingkah laku dan perilaku yang harap bisa dilaksanakan profesi dengan baik. Dalam masa pendidikan seorang akuntan dibekali pengetahuan untuk senantiasa dapat menjaga kode etik profesi dalam setiap tindakan sebagai orang yang profesional. Kekuatan itu biasanya didasari dari para pelakunya, yaitu terletak didalam hati nuraninya. Jika para akuntan memiliki integritas tinggi, jujur, independen, objektif dan profesional dengan sendirian dia akan menjalankan prinsip kode etik dan standar akuntan.

Kode etik adalah aturan perilaku etika akuntan dalam memenuhi tanggung jawab profesinya. Pengertian ini dituangkan dalam Anggaran Dasar Rumah Tangga IAI, yang menyebutkan bahwa “Kode etik IAI adalah prilaku dalam etika akuntan dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya yang meliputi prinsip etika akuntan,

Hal yang membedakan sesuatu profesi akuntansi adalah peneriman tanggung jawab kepentingan dalam bertindak untuk kepentingan publik. Oleh karena itu tanggung jawab akuntan profesional harus mentaati dan menerapkan aturan etika dari kode etik yang telah diterapkan.

I. Pendahuluan

Kemajuan ekonomi suatu negara memacu perkembangan bisnis dan mendorong munculnya pelaku bisnis baru sehingga menimbulkan persaingan yang cukup tajam didalam dunia bisnis.hampir semua usaha bisnis bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya (profit making) agar dapat meningkatkan kesejahteraan pelaku bisnis dan memperluas jaringan usahanya, namun terkadang untuk mencapai tujuan itu segala upaya dan tindakan dilakukan walaupun pelaku bisnis harus melakukan tindakan-tindakan yang menggabaikan berbagai dimensi moral dan etika dari bisnis itu.

Bisnis dapat menjadi sebuah profesi etis apabila ditunjang dengan menerapkan prinsip-prinsip etis untuk berbisnis. Prinsip-prinsip dalam berbisnis adalah merupakan suatu aturan hukum yang mengatur kegiatan bisnis semua pihak secara fair dan baik disertai dengan sebuah sistem pemerintahan yang adil dan efektif dalam menegakan aturan dalam bisnis tersebut. Dalam bisnis ini terdapat tata cara yang ideal dalam pengaturan dan pengolahan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara ekonomi/ sosial dimana penerapan norma dan moralitas ini dapat menunjang maksud dan tujuan kegiatan bisnis.

Berdasarkan pernyataan diatas kode etik profesi perlu diterapkan dalam setiap jenis profesi. Kode etik ini menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap individu. Dalam prinsip akuntansi etika akun harus harus lebih dijaga dibandingkan dengan kepentingan perusahaan . Tanpa etika, profesi akuntansi tidak akan ada karena funsi akuntansi adalah penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh pelaku bisnis dengan berdasarkan kepentingan banyak pihak yang terlibat dengan perusahaan. Dan bukan hanya didasarkan pada beberapa pihak tertentu saja karena itu bagi akuntan prinsip akuntansi adalah aturan tertinggi yang harus diikuti. Kode etik menjadi wajib bagi para akuntan.

II. Etika dan Pendidikan Etika

Ward et al (1933) mendefinisikan etika sebagai suatu proses, yaitu proses penentuan yang kompleks tentang apa yang harus dilakukan dalam situasi tertentu argumen ini didasarkan pada ketidakpastian terlalu sederhana perepsi umum atas pengertian etika yang hanya dianggap pernyataan benar-salah baik-buruk. Proses itu sendiri meliputi penyeimbangan pertimbangan sisi dalam dan sisi luar yang disifati oleh kombinasi unik dari pengalaman dan pembelajaran masing-masing individu.

Menurut Magnis Suseno (1985) etika normatif dibagi menjadi dua yaitu tolak ukur pertanggung jawaban moral dan menuju kebahagiaan. Tolak ukur pertanggung jawaban moral meliputi etika wahyu, etika peraturan, etika situasi, dan etika relativisme. Sedangkan etika normatif menuju kebahagiaan meliputi egoisme , pengembangan diri dan utilitarisme. Disamping itu Hardjono membagi jenis etika berdasar kan 4 kelompok etika normatif, etika peraturan, etika situasi, etika relativisme.

Pengkelompokan normatif dan jenis etika tersebut juga terdapat dalam Multidimensonial ethics scale (cohen 1993) yang mengembangkan atas 4 dimensi yaitu dimensi justice, dimensi egoism,dimensi utilitarian, dan dimensi contractualism.

Kode etik dalam perspektif pendidikan adalah perjanjian bersama mengenai tingkah dan perilaku yang diharapkan bisa dilaksanakan profesi dengan baik. Saat ini berprofesi sebagai akuntan khususbya akuntan publik regenerasi tidak seperti yang diharapkan. Sekarang, bagaimana caranya menarik minat mahasiswa supaya tertarik menjadi akuntan publik. Tentu ini menjadi masalah kita bersama KAP juga harus bertanggung jawab untuk memberi gambaran apa itu akuntan publik karena mereka langsung terjun kelapangan.

Tujuan etika pendidikan secara menurut Wynd dan Mager (1989) adalah tidak untuk mengubah cara mahasiswa menganggap bagaimana seharusnya mereka bertindak dalam situasi tertentu. Tujuan yang lebih layak adalah menbuat mahasiswa menyadari dimensi etika dan sosial dalam setiap pengambilan keputusan bisnis mereka sehingga diharapkan dimensi ini akan menjadi komponen dalam proses pengambilan keputusan mereka kelak.

Sedangkan loeb(1988) mengemukakan tujuan pendidikan etika dalm bidang akuntansi adalah :

1. Menghubungkan pendidikan akuntansi kepada persoalan persoalan etis

2. Mengenalkan persoalan dalam akuntansi yang mempunyai implikasi etis.

3. Mengembangkan suatu perasaan kewajiban atas tanggung jawab moral

4. Mengembangkan kemampuan yang berkaitan dengan konflik etis

5. Belajar menghubungkan dengan ketidakpastian profesi akuntansi

6. Menyusun perubahan untuk perilaku etis

7. Mengapresiasikan dan memahami sejarah dan komposisi seluruh aspek etika dan hubungan terhadap bidang umum dan etika

III. Etika Profesi Akuntan

Dalam etika profesi sebuah profesi memiliki komitmen moral yang tinggi yang biasanya dituangkan dalam bentuk aturan khusus yang menjadi pegangan bagi setiap orang yang mengemban profesi yang bersangkutan. Aturan ini merupakan aturan main dalam menjalankan atau mengemban profesi tersebut yang biasa disebut sebagai kode etik yang harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi. Menurut Chua dkk(1994) menyatakan bahwa etika profesional juga berkaitan dengan etika moral yang lebih terbatas pada ke khasan pola etika yang diharapkan untuk profesi tertentu.

Setiap profesi yang memberikan jasa pada masyarkat harus memiliki kode etik yang merupakan prinsip-prinsip moral dan mengatur tentang perilaku profesioanal. Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap etika profesi adalah akuntan publik Didalam etika publik terdapat muatan-muatan etika yang pada dasarnya untuk melindungi masyarakat dari kepentingan masyarakat yang menggunakan jasa profesi. Terdapat dua sasaran pokok dari kode etik ini yang pertama kode etik bermaksud melindungi masyarakat dari kemungkinan dilalaikan baik secara disengaja ataupun tidak sengaja dari kaum profesional. Kedua kode etik juga bertujuan melindungi keseluruhan profesi tersebut dari perilaku-perilaku buruk orang-orang tertentu yang mengaku dirinya profesional.

Etika profesi akuntan di indonesia diatur dalam kode etik Akuntan Indonesia. Kode etika ini mengikat para anggota IAI dan dapat diperguakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI. Di indonesia penegakan kode etik dilaksanakan sekurang-kurangnya enam unit organisasi

Yaitu kantor akuntan publik, unit peer review kompartemen akuntan publik IAI, badan pengawas profesi kompartemen akuntan publik IAI, Dewan pertimbangan Profesi IAI, Departemen Keuangan RI dan BPKP. Selain 6 unit organisasi diatas, pengawasan terhadap kode etik juga dilakukan oleh para anggota dan pimpinan KAP.

Kode etik akuntan merupakan norma perilaku yang mengatur hubungan auditor dengan para klien, antara uditor dengan sejawatnya dana antara profesi dengan masyarakat. Kode etik akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan a turan bagi seluruh anggota, baik yang berprakter sebagai auditor. Bekerja dilingkungan dunia usaha , pada instansi pemerintah, maupun dilingkungan dunia pendidikan. Etika profesional bagi praktek auditor di Indonesia dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (sihwahjoni dan gudono 2000).

Prinsip perilaku profesianal seorang akuntan yang tidak secara khusus dirumuskan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia tetapi dapat dianggap menjiwai kode perilaku IAI, berkaitan dengan karateristik tertentu yang harus dipenuhi oleh seoarang akuntan. Prinsip etika yang tercantum dalam kode etik akuntan indonesia sebagai berikut :

1. Tanggung Jawab. Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional. Akuntan harus mewujudkan kepekaan profesional dan pertimbangan moral dalam semua aktivitas mereka.

2. Kepentingan Masyarakat. Akuntan harus menerima kewajiban untuk melakukan tindakan mendahulukan kepentingan masyarakat, menghargai kepercayaan masyarakat, dan menunjukan komitmen pada profisionalisme.

3. Objektivitas dan Independensi. Akuntan harus mempertahankan objektivitas dan bebas dari benturan kepentingan dalam melakukan tanggung jawab profesional. Akuntan yang berpraktek sebagai akuntan publik harus bersikap independen dalam kenyataan dan penampilan pada melaksanakan audit dan jasa atestasi lannya.

4. Keseksamaan. Akuntan harus mematuhi standar teknis dan profesi berusha untuk terus meningkatkan kompetisi dan mutu jasa dan melaksanakan tanggung jawab profesional dengan kemampuan terbaik.

IV. RUU dan Kode Etik Profesi Akuntan Publik

Untuk mengawasi akuntan publik, khususnya kode etik Departemen Keuangan mempunyai aturan sendiri yakni Peraturan Menteri Keuangan no 17 tahun 2008. Intinya peraturan ini mewajibkan akuntan dalam melaksanakan tugas atas kliennya itu selalu berdasarkan pada SPAP dan kode etik. SPAP dan kode etik yang telah diterapkan oleh profesi berdasarkan standar internasional. Misalkan dalam auditing SPAP bersandar kepada internasional Auditing standar.

Laporan keuangan memiliki fungsi yang sangat vital sehingga, harus disajikan dengan penuh tanggung jawab. Untuk itu Departemen Keuangan menyusun rancangan undang-undang tentang akuntan publik dan RUU laporan keuangan. RUU tentang akuntan publik antara lain didasari pertimbangan untuk mendorong profesioanalisme dan integritas profesi akuntansi publik. RUU akuntan publik terdiri atas 15 bab dan 60 pasal. Dengan pokok-pokok pengaturan yang mencangkup lingkung jasa akuntan publik, prijinan akuntan publik, perijinan KAP, dan kerja sama KAP dengan KAP asing atau organisasi audit asing.

RUU itu juga menngatur mengenai regulasi profesi akuntan publik, asosiasi akuntan publik hak, kewajiban, dan larangan bagi akuntan publik dan KAP. Komite pertimbangan Profesi Akuntan Publik, sanksi administratif, dan ketentuan pidana.

Sedangkan kode etik yang sedang disusun oleh SPAP adalah kode etik Internasional Federation of Accountans yang diterjemahkan jadi kode etik ini bukan merupakan hal yang baru kemudian disesuaikan dengan IFAC. Jadi tidak ada perbedaan yang signifikan antara kode etik SPAP dengan IFAC.

Adopsi etika oleh dewan SPAP tentu sejalan dengan misi para akuntan indonesia untuk tidak sekedar jago kandang. Apalagi misi federasi akuntan internasional seperti yagn disebut konstitusi adalah melakukan pengembangan perbaikan secara global profesi akuntan dengan standar yang harmonis sehingga dapt memberikan pelayanan dengan kualitas tinggi secara konsisten untuk kepentingan publik .

Seorang anggota IFAC atau KAP tidak boleh menetapkan standar yang kurang tepat dibandingkan dengan aturan dalam kode etik ini. Namun demikian, bila terdapat anggota dewan atau KAP yang dilarang untuk mematuhi aturan tertentu dalam kode etik ini oleh hukum dan perundang-undangan maka mereka harus mematuhi aturan lainnya dalam kode etik ini. Akuntan profesional harus memahami perbedaan aturan dan pedoman beberapa daerah jurisdiksi, kecuali dilarang oleh hukum atau perundang-undangan.

V. Aplikasi Kode Etik

Meski sampai saat ini belum ada seorang akuntan yang diberi sangsi berupa Pemberhentian praktek audit oleh dewan kehormatan karena melanggar kode etik dan standar profesi akuntan ,tidak berarti seorang akuntan dapat bekerja sekehendaknya . Setiap orang yang memegang gelar akuntan wajib mentaati kode etik dan standar akuntan, utamanya para akuntan publik yang sering bersentuhan denagn masyarakat dan kebijakan pemerintahan menjadi sebuah keharusan itulah wujud pelaksanaan etika. Etika yang dijalankan dengan baik dan benar menjadikan sebuah profesi menjadi terarah dan jauh dari skandal.

Akuntan tidak independen apabila dalam periode audit dan penugasan profesionalnya, baik akuntan, KAP, maupun orang dalam KAP, memberikan jasa-jasa non audit kepada klien seperti, pembukaan atau jasa yang lain yang berhubungan dengan jasa akuntansi klien, desain sistem informasi, aktuaria dan audit internal. Konsultasi kepada kliennya dibidang itu dapat menimbulkan benturan kepentingan.

Menurut Kataka puradireja (2008) kekuatan dalam kode etik profesi itu terletak pada para pelakunya yaitu didalam hati nuraninya. Jika para akuntan iyu mempunyai integritas tinggi dengan sendirinya dia akan menjelaskan prinsip kode etik dan standar akuntan. Didalam kode etik IAI diartikan aturan perilaku akuntan dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya yang meliputi prinsip etika akuntan , aturan etika akuntan, dan interprestasi aturan etika akuntan. Dan kode etik dirumuskan oleh badan khusus yang dibentuk untuk tujuan tersebut DPN (Dewan Pengurus Nasional.

Hal yang membedakan suatu profesi akuntansi adalah penerimaan tanggung jawab dalam bertindak untuk kepentingan publik. Oleh karena itu tanggungjawab akuntan profesional bukan sematamata untuk memenuhi kebutuhan klien atau pemberi kerja tetapi bertindak untuk kepentingan publik yang harus mentaati dan menerapkan aturan etika dari kode etik .

Oleh karena itu akuntan profesional diharuskan untuk mematuhi prinsip-prinsip Fundmental berikut :

1. Integritas, akuntan profesionalcharus bersikap jujur dalam semua hubungan profesional dan bisnis.

2. Objektivitas, Akuntan profesional tidak boleh membiarkan hal-hal yang biasa terjadi , tidak boleh membiarkan terjadinya benturan kepentingan atau tidak boleh mempengaruhi pihak lain dengan cara tidak pantas yang dapat mengesampingkan pertimbangan profesional atau pertimbangan bisnis.

3. Kompetensi dan sikap kehati-hatian profesional, akuntan profesional memiliki kewajiban yang berkesinambungan untuk memelihara pengetahuan dan keahlian profesioanal pada satu tingkat dimana klien menerima jasa profesional.

4. Kerahasian, akuntan profesional harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh sebagai hasil dari hubungan profesional dan hubungan bisnis

5. Profesional, Akuntan profesional harus mematuhi hukum dan perundang-undangan yang relevan dan harus menghindari semua tindakan yang dapat mendeskreditkan profesi.

VI. Kesimpulan

Laporan keuangan yang accountable dan auditable sangalah penting baik bagi perusahaan itu sendiri maupun bagi para pelaku bisnis lainnya. Disini peran akuntan publik sangat penting. Akuntan publik sebagai suatu profesi yang mengembang kepercayaan publik harus bekerja dalam kerangka peraturan perundangan.

Berbagai pelanggaran etika telah banyak terjadi saati ini dan dilakukan oleh akuntan . Misalnya berupa perekayasaan data akuntansi untuk menunjukan kinerja perusahaan agar terlihat baik, ini merupakan pelanggaran akuntan terhadap kode etika profesinya.

Ancaman terhadap kepatuhan praktisi pada prinsip dasar etika profesi dapat terjadi dalam situasi tertentu ketika praktisi melaksanakan kerjaannya. Karena beragam situasi, maka pencegahan yang tepat dalam kode etik ini adalah mengharuskan praktisi untuk mengindentifikasi, mengevaluasi, menangani, setiap ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi dengan tujuan untuk melindungi kepentingan publik, serta tidak hanya untuk mematuhi seperangkat peraturan khusus yang dapat bersifat subjektif.

Demikianlah bahwa salah satu hal yang membedakan profesi akuntan publik dengan profesi lainnya adalah tanggungjawab profesi akuntan publik untuk melindungi kepentingan publik. Olehkarena itu, tanggung jawab profesi akuntan publik tidak hanya terbatas pada kepentingan klien dan pemberi kerja. Ketika bertindak untuk kepentingan publik, setiap praktisi harus mematuhi dan menerapkan seluruh prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur dalam kode etik . Kode etik yang dijalankan dengn benar menjadi sebuah profesi menjadi terarah dan menjadi jauh dari skandal.